Tidak ada yang baru. Setahun lebih setelah pandemi ini berjalan semua kembali seperti biasa, seperti semula; bekerja, begadang, bangun siang, bermain bola, bersepeda, merawat tanaman, memelihara ikan. Hanya, aku sudah jarang sekali menangis. Menangis buatku membantu melegakan perasaan, meruntuhkan beban yang menyesakkan dada. Mungkin, karena aktivitas membaca dan menulisku yang jauh sekali berkurang jadi salah satu penyebab, disamping kebebalanku menghadapi masalah yang semakin terasah.
Keterbatasanku membaca juga memengaruhi
pemilihan diksi dalam menulis dan berbicara, dan ini agak melenakan. Selain
itu, kepekaanku terhadap suatu tengara juga perlahan menyurut. Bukan, aku pikir
ini bukanlah mati rasa, mungkin lebih patutnya ialah tebal telinga. Bersikap masa bodoh supaya tidak lagi tenggelam
dalam bayang-bayang kecemasan. Bersikap seolah biasa saja padahal di dalam
kepala gaduh tiada terkira.
Beberapa kali aku kembali terjerat pemikiran
bahwasanya ada beberapa hal yang terlalu buruk untuk aku tulis, terlalu tidak perlu.
Bisa jadi karena aku berkeinginan untuk segera melupakan kejadian-kejadian itu,
atau karena aku menganggap hal itu terlalu biasa saja. Apesnya, pandangan itu
juga merembet ke hal lain sehingga niatku untuk menulis benar-benar tercampak.
Memasuki usia dua lima lebih tiga, tubuh ini
mudah sekali merasa penat dan lelah, kupikir ini payah. Untung, dalam beberapa
bagian hidupku tidak terlalu membosankan dan cenderung menyenangkan. Fragmen-fragmen
kebahagiaan inilah yang kemudian aku rawat dan jaga dengan sebaik-baiknya, yang
dalam beberapa suasana membuatku merasa ada dan berguna. Merawat ingatan dan
kenangan tentang kebahagiaan ini barangkali juga menjadi alasan kenapa aku
sudah jarang sekali menangis.
Bahagia, sepertinya sudah menjadi hal biasa. Kalau
kau bertindak setidaknya itu menimbulkan kebahagiaan, setidaknya setelah uang. Kepingan
kebahagiaan itu yang kemudian aku pungut dan himpun di dalam kepala. Tiap
kepingan kebahagiaan ini beririsan dengan yang lain, mengandung entitas
berbeda, dan mengakar pada unsur yang sama, yaitu; keikhlasan.
Nukilan kebahagiaan ini kadang tergambar jelas
sesaat sebelum mata terpejam, namun bisa jadi sirna begitu saja tanpa aba-aba menyisakan
riuh di kepala.