Senin, 06 Juni 2022

Biasa

Tidak ada yang baru. Setahun lebih setelah pandemi ini berjalan semua kembali seperti biasa, seperti semula; bekerja, begadang, bangun siang, bermain bola, bersepeda, merawat tanaman, memelihara ikan. Hanya, aku sudah jarang sekali menangis. Menangis buatku membantu melegakan perasaan, meruntuhkan beban yang menyesakkan dada. Mungkin, karena aktivitas membaca dan menulisku yang jauh sekali berkurang jadi salah satu penyebab, disamping kebebalanku menghadapi masalah yang semakin terasah.

Keterbatasanku membaca juga memengaruhi pemilihan diksi dalam menulis dan berbicara, dan ini agak melenakan. Selain itu, kepekaanku terhadap suatu tengara juga perlahan menyurut. Bukan, aku pikir ini bukanlah mati rasa, mungkin lebih patutnya ialah tebal telinga. Bersikap masa bodoh supaya tidak lagi tenggelam dalam bayang-bayang kecemasan. Bersikap seolah biasa saja padahal di dalam kepala gaduh tiada terkira.

Beberapa kali aku kembali terjerat pemikiran bahwasanya ada beberapa hal yang terlalu buruk untuk aku tulis, terlalu tidak perlu. Bisa jadi karena aku berkeinginan untuk segera melupakan kejadian-kejadian itu, atau karena aku menganggap hal itu terlalu biasa saja. Apesnya, pandangan itu juga merembet ke hal lain sehingga niatku untuk menulis benar-benar tercampak.

Memasuki usia dua lima lebih tiga, tubuh ini mudah sekali merasa penat dan lelah, kupikir ini payah. Untung, dalam beberapa bagian hidupku tidak terlalu membosankan dan cenderung menyenangkan. Fragmen-fragmen kebahagiaan inilah yang kemudian aku rawat dan jaga dengan sebaik-baiknya, yang dalam beberapa suasana membuatku merasa ada dan berguna. Merawat ingatan dan kenangan tentang kebahagiaan ini barangkali juga menjadi alasan kenapa aku sudah jarang sekali menangis.

Bahagia, sepertinya sudah menjadi hal biasa. Kalau kau bertindak setidaknya itu menimbulkan kebahagiaan, setidaknya setelah uang. Kepingan kebahagiaan itu yang kemudian aku pungut dan himpun di dalam kepala. Tiap kepingan kebahagiaan ini beririsan dengan yang lain, mengandung entitas berbeda, dan mengakar pada unsur yang sama, yaitu; keikhlasan.

Nukilan kebahagiaan ini kadang tergambar jelas sesaat sebelum mata terpejam, namun bisa jadi sirna begitu saja tanpa aba-aba menyisakan riuh di kepala.